Tuesday 30 September 2014

Ingin Pernikahan Awet, Ini 2 hal penting agar pernikahan anda awet...

  • Saya dan isteri saya sudah menikahkan empat anak kami. Dalam setiap pernikahan tersebut, tidak sekali pun saya memberi wejangan kepada mereka, padahal profesi saya adalah guru agama yang tentu saja orang-orang mengharap saya memberi wejangan. Tanya mereka, "Mengapa tidak memberi wejangan?" Jawab saya, "Tidak perlu, karena mereka tidak akan mendengarkan juga. Mereka sedang dalam puncak kebahagiaan mereka. Tunggu sampai nanti mereka memiliki masalah dan bertanya kepada saya, maka saya baru akan memberi wejangan tersebut."
    Ada juga yang bertanya, "Seandainya ada wejangan yang ingin Anda sampaikan, wejangan apa kiranya yang ingin Anda berikan agar suatu pernikahan itu awet?"
    Sebenarnya agar suatu pernikahan bertahan terhadap topan badai kehidupan, hanya ada dua hal berikut ini yang perlu dimiliki oleh setiap pasangan:
    Asmara: Pernikahan hendaknya dimulai dengan asmara. Yang saya maksudkan adalah adanya ketertarikan secara fisik dari kedua belah pihak. Ini adalah dasar primitif yang masih bertahan hingga akhir zaman, selama manusia masih merupakan makhluk seksual. Yang saya maksudkan adalah bahwa kita beranak pinak dari hubungan seks, bukan membelah diri seperti sel organisme mikro. Pernikahan tanpa asmara, misalnya karena politik seperti di zaman raja-raja ataupun di antara taipan kaya raya untuk mempersatukan warisan, seringkali justru menciptakan tragedi. Pernikahan yang dipaksakan, karena mengira merupakan tuntutan masyarakat, seperti hidup dalam masyarakat yang mengagungkan keluarga secara berlebihan, juga berisiko tidak bertahan lama.
    Meskipun asmara merupakan unsur penting, tetapi bukan satu-satunya, karena gairah semacam ini tidak bertahan lama. Kita saksikan atau baca di media betapa para selebriti selalu berganti-ganti pasangan hidup hanya dalam waktu singkat. Kalau asmara sudah tidak bergelora lagi, justru sebagian besar yang melestarikan suatu pernikahan bergantung kepada hal kedua.
    Komitmen: Mengapa justru komitmen yang memegang peranan lebih penting dan lebih lama dalam suatu pernikahan? Karena pernikahan selalu dimulai dengan akad nikah. Akad berarti 'perjanjian' (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang penerapannya berarti satu pihak mengucapkan janji dan pihak yang lain menerimanya. Janji atau sumpah pernikahan biasanya berkisar di kata-kata berikut ini: "Bersediakah Anda mengambil Si Anu sebagai suami (isteri), menjaganya, mulai sejak sekarang dan seterusnya, dalam keadaan sakit atau sehat, kaya atau miskin, mengasihinya dan membahagiakannya hingga kematian memisahkan Anda?" Ini berarti komitmen yang sangat kuat dan harus bertahan lama kalau suatu pernikahan itu hanya dapat dipertahankan hanya oleh saling menjaga pasangan untuk tetap bahagia.
    Pernikahan juga mempersatukan dua orang yang berlatar belakang berbeda. Awalnya, dua orang tersebut dengan mudah dapat sejalan karena asmara. Tetapi kehidupan pernikahan seringkali diramaikan oleh hadirnya anak-anak, kenalan-kenalan kedua belah pihak dengan latar belakang yang berbeda, belum lagi anggota keluarga dari kedua belah pihak yang juga berbeda latar belakangnya. Kadang-kadang mereka suka ikut campur dalam 'membina' keluarga baru tersebut yang justru sering mendatangkan petaka daripada manfaat. Hidup berdua dengan beda pendapat saja sudah sulit, apalagi diramaikan oleh anggota keluarga masing-masing dan kadang-kadang kenalan-kenalan mereka. Seseorang harus selalu belajar. Kalau jatuh harus siap bangun kembali. Bila terjadi pertengkaran mulut hendaknya segera diselesaikan bila kepala sudah dingin. Masalah ekonomi rumah tangga yang selalu muncul harus ditanggung berdua, bukan saling menyalahkan. Itulah sebabnya tanpa komitmen yang serius dan sepenuh hati, pernikahan hanya suatu skenario tragis.
    Belum lagi setelah bertahun-tahun Anda lewati bersama 'hitam dan merah jalan [hidup] ini' (Ebiet, "Titip Rindu Buat Ayah"), setelah wajah pasangan Anda keriput, rambutnya beruban, giginya telah rontok satu demi satu, berat badannya makin naik atau menjadi kurus kering, yang dulu bahunya kekar kini telah susut, yang dulu hidup mewah tapi kini hidup dari pensiun, setelah api asmara sudah tidak ampuh lagi, maka yang tertinggal sekarang hanyalah komitmen untuk tetap saling menjaga agar pasangan Anda tetap bahagia.
    Tahun demi tahun manusia akan mengalami perubahan, bukan hanya pada fisiknya, tetapi juga pada watak dan perilakunya. Ada yang makin mudah dikendalikan, tetapi ada yang makin susah diatur. Ketika kecantikan fisik telah pudar kemudian watak pun tidak mudah dikendalikan atau permintaan tidak dapat dipuaskan lagi, apa yang dapat mempertahankan suatu hubungan kecuali KOMITMEN untuk tetap saling menjaganya, mengasihinya dan membahagiakannya?
    Penulis: Effian Kadarusman

No comments:

Post a Comment